Memelihara Anjing Tidak Haram Menurut Islam Jika: Mengurai Nuansa Hukum dan Tujuan
Dalam masyarakat Muslim, pandangan terhadap anjing seringkali diwarnai oleh berbagai pemahaman dan mitos yang beredar. Banyak yang meyakini bahwa memelihara anjing secara mutlak adalah haram (dilarang) dalam Islam, terutama karena isu kenajisan air liurnya dan hadis tentang malaikat yang tidak memasuki rumah yang ada anjingnya. Namun, seperti banyak hukum Islam lainnya, isu ini tidak sesederhana "haram" atau "halal" mutlak. Ada nuansa, kondisi, dan tujuan yang membedakan hukum memelihara anjing. Artikel ini akan mengurai secara komprehensif pandangan Islam tentang memelihara anjing, dengan penekanan pada "jika" atau kondisi-kondisi yang membuatnya tidak haram, bahkan menjadi mubah (diperbolehkan) atau sunah.
I. Akar Permasalahan: Mengapa Anjing Sering Dianggap Haram?
Untuk memahami mengapa memelihara anjing bisa diperbolehkan, penting untuk terlebih dahulu meninjau akar masalah yang sering menjadi dasar pengharaman:
-
Konsep Najis Mughallazhah (Najis Berat): Mayoritas ulama, khususnya dari Mazhab Syafi’i dan Hanbali, berpendapat bahwa air liur anjing adalah najis mughallazhah. Ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW:
- "Apabila anjing menjilat bejana salah seorang di antara kalian, maka basuhlah tujuh kali, salah satunya dengan tanah." (HR. Bukhari dan Muslim).
Kenajisan ini menjadi alasan utama mengapa kontak langsung dengan anjing, terutama air liurnya, harus diikuti dengan proses pensucian khusus.
- "Apabila anjing menjilat bejana salah seorang di antara kalian, maka basuhlah tujuh kali, salah satunya dengan tanah." (HR. Bukhari dan Muslim).
-
Hadis Tentang Malaikat dan Pengurangan Pahala: Ada hadis yang menyebutkan bahwa malaikat rahmat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau patung.
- "Malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar (patung)." (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu, hadis lain menyebutkan pengurangan pahala bagi orang yang memelihara anjing tanpa tujuan syar’i: - "Barangsiapa memelihara anjing, kecuali anjing penjaga ternak, anjing pemburu, atau anjing penjaga ladang, maka setiap hari pahalanya akan berkurang satu qirath." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan dua qirath.
- "Malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar (patung)." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dua poin di atas menjadi landasan utama mengapa banyak Muslim enggan atau bahkan mengharamkan pemeliharaan anjing. Namun, perlu dicatat bahwa hadis-hadis tersebut juga secara eksplisit memberikan pengecualian, yang akan kita bahas lebih lanjut.
II. Memelihara Anjing Tidak Haram Menurut Islam Jika… (Kondisi-Kondisi Pengecualian)
Pengecualian yang disebutkan dalam hadis, serta interpretasi ulama terhadap spirit syariat (maqashid syariah), membuka ruang bagi pemeliharaan anjing dalam Islam. Berikut adalah kondisi-kondisi utamanya:
A. Tujuan Syar’i (Sesuai Syariat) yang Jelas
Ini adalah poin krusial yang disepakati oleh mayoritas ulama. Memelihara anjing diperbolehkan jika ada tujuan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan manusia:
-
Untuk Berburu: Al-Qur’an sendiri secara eksplisit menyebutkan kebolehan memakan hasil buruan yang ditangkap oleh anjing yang terlatih.
- "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah, ‘Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu ajari menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepaskannya), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.’" (QS. Al-Ma’idah: 4).
Ayat ini menjadi dasar yang sangat kuat untuk membolehkan anjing berburu.
- "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah, ‘Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu ajari menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepaskannya), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.’" (QS. Al-Ma’idah: 4).
-
Untuk Menjaga Ternak (Penggembala): Hadis Nabi SAW secara jelas mengecualikan anjing penjaga ternak dari pengurangan pahala. Ini adalah kebutuhan praktis bagi para peternak untuk melindungi hewan mereka dari predator atau pencuri.
-
Untuk Menjaga Kebun atau Ladang: Sama seperti menjaga ternak, anjing penjaga ladang atau kebun sangat dibutuhkan untuk melindungi hasil panen dari hewan liar atau pencuri. Ini juga termasuk dalam pengecualian hadis.
-
Untuk Menjaga Keamanan (Rumah, Properti, Diri): Dengan analogi (qiyas) dari anjing penjaga ternak dan ladang, ulama modern banyak yang memperbolehkan memelihara anjing untuk menjaga keamanan rumah, gudang, atau properti lainnya, terutama di daerah yang rawan kejahatan. Anjing penjaga juga bisa digunakan untuk melindungi diri dari ancaman.
-
Untuk Tujuan Khusus Lainnya (Anjing Pelacak, Penyelamat, Terapi):
- Anjing Pelacak (K9, SAR): Anjing yang dilatih untuk melacak narkoba, bahan peledak, atau mencari korban bencana (SAR) jelas memiliki manfaat besar bagi kemanusiaan dan keamanan publik. Ini termasuk dalam kategori "tujuan syar’i yang jelas" berdasarkan prinsip maslahah mursalah (kemaslahatan umum yang tidak ada dalil khusus yang melarang atau memerintahkannya).
- Anjing Pemandu/Terapi (Service Dogs): Bagi penyandang disabilitas (misalnya tunanetra) atau individu yang membutuhkan dukungan emosional/terapi (dengan rekomendasi medis), anjing pemandu atau terapi menjadi alat bantu esensial untuk menjalani kehidupan normal. Sebagian ulama, terutama dari Mazhab Maliki dan ulama kontemporer, cenderung membolehkan ini berdasarkan prinsip darurat (kebutuhan mendesak) atau hajat (kebutuhan penting) yang tidak bisa dipenuhi oleh hal lain. Ini adalah bentuk kasih sayang dan memudahkan kesulitan orang lain, yang sangat dianjurkan dalam Islam.
B. Pengelolaan Kebersihan dan Kenajisan yang Ketat
Meskipun anjing memiliki tujuan syar’i, isu kenajisan tetap menjadi perhatian. Pemeliharaan anjing tidak haram jika:
-
Menjaga Kebersihan Lingkungan dan Diri: Pemilik anjing harus sangat disiplin dalam menjaga kebersihan, baik anjing itu sendiri maupun lingkungannya. Ini termasuk memandikan anjing secara teratur, membersihkan kotorannya, dan memastikan area tempat anjing berada tetap bersih.
-
Memisahkan Tempat Tinggal Anjing: Idealnya, anjing tidak dibiarkan berkeliaran di area utama rumah, terutama di tempat salat atau tempat makan. Anjing harus memiliki area khusus di luar rumah atau di bagian rumah yang terpisah, seperti halaman, kandang, atau area servis. Ini untuk menghindari kontaminasi najis dan juga untuk mengatasi isu hadis tentang malaikat yang tidak masuk rumah. Ulama menjelaskan bahwa hadis tersebut berlaku untuk anjing yang dipelihara di dalam rumah tanpa tujuan syar’i, bukan anjing yang berada di luar atau untuk tujuan yang dibolehkan.
-
Memahami dan Menerapkan Tata Cara Pensucian Najis Mughallazhah: Pemilik anjing harus memahami dan siap untuk melakukan pensucian jika terjadi kontak dengan air liur anjing. Ini berarti membasuh area yang terkena najis sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan air yang dicampur tanah (atau sabun khusus yang dianggap memiliki efek pembersih serupa oleh sebagian ulama modern).
C. Tidak Mengganggu Ibadah dan Kehidupan Muslim Lainnya
Memelihara anjing tidak haram jika:
-
Tidak Menjadi Halangan untuk Beribadah: Anjing tidak boleh menjadi alasan seseorang meninggalkan salat atau ibadah lainnya. Kebersihan pakaian dan tempat salat harus tetap terjaga.
-
Tidak Menimbulkan Gangguan: Anjing tidak boleh menimbulkan gangguan bagi tetangga (misalnya, gonggongan yang terus-menerus) atau masyarakat umum. Pemilik anjing bertanggung jawab penuh atas perilaku dan dampak anjingnya.
-
Tidak untuk Kesombongan atau Pamer: Niat memelihara anjing haruslah karena kebutuhan atau tujuan syar’i, bukan semata-mata untuk kesenangan yang berlebihan, gaya hidup, atau kesombongan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
D. Memperlakukan Anjing dengan Baik dan Bertanggung Jawab
Islam mengajarkan kasih sayang kepada semua makhluk hidup. Memelihara anjing tidak haram jika:
-
Memberikan Perawatan yang Layak: Anjing harus diberi makan, minum, tempat tinggal yang layak, dan perawatan kesehatan yang memadai. Menelantarkan atau menyiksa hewan adalah dosa besar dalam Islam. Hadis tentang seorang pelacur yang diampuni dosanya karena memberi minum anjing yang kehausan menunjukkan betapa tingginya nilai kasih sayang terhadap hewan dalam Islam.
-
Tidak Membahayakan Diri Sendiri atau Orang Lain: Anjing harus terlatih dan tidak membahayakan pemiliknya, anggota keluarga, atau orang lain.
III. Perbedaan Pendapat Ulama dan Mazhab
Perbedaan pandangan tentang anjing juga tercermin dalam mazhab-mazhab fikih:
- Mazhab Syafi’i dan Hanbali: Paling ketat dalam masalah kenajisan air liur anjing (najis mughallazhah) dan umumnya tidak menganjurkan memelihara anjing di dalam rumah, kecuali untuk tujuan yang dibolehkan syariat.
- Mazhab Hanafi: Menganggap najis anjing sebagai najis mutawassithah (najis sedang), yang cukup dibersihkan dengan air biasa tanpa tanah. Mereka juga cenderung lebih lunak dalam masalah pemeliharaan anjing untuk keperluan yang bermanfaat.
- Mazhab Maliki: Paling lunak di antara empat mazhab. Mereka berpendapat bahwa anjing itu sendiri bukanlah najis (ain-nya tidak najis), hanya air liurnya yang dihukumi najis dan harus dibersihkan (namun tidak mughallazhah seperti Syafi’i). Oleh karena itu, bagi Mazhab Maliki, memelihara anjing di dalam rumah pun tidak menjadi masalah besar asalkan kebersihan tetap terjaga, dan tujuan pemeliharaan adalah untuk manfaat atau kasih sayang.
Ulama kontemporer seringkali mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel, terutama dalam konteks masyarakat modern yang memiliki berbagai kebutuhan akan anjing, seperti anjing pelacak, penyelamat, atau terapi, dengan tetap menekankan pentingnya kebersihan dan tidak mengganggu ibadah. Mereka seringkali mengedepankan prinsip maslahah (kemaslahatan) dan yusrun (kemudahan dalam Islam).
IV. Kesimpulan
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa memelihara anjing dalam Islam tidaklah haram secara mutlak. Hukumnya menjadi mubah (diperbolehkan) atau bahkan sunah (dianjurkan) jika memenuhi kondisi-kondisi tertentu, terutama terkait tujuan pemeliharaan yang syar’i (seperti berburu, menjaga, pelacak, pemandu, terapi), serta komitmen kuat terhadap kebersihan, pengelolaan najis, dan perlakuan yang baik terhadap hewan.
Islam adalah agama yang realistis dan komprehensif, mengakui kebutuhan praktis manusia dan mendorong kasih sayang terhadap makhluk hidup. Oleh karena itu, alih-alih mengambil kesimpulan secara sempit, umat Muslim diajak untuk memahami nuansa hukum ini dengan lebih mendalam, berdasarkan dalil-dalil syariat dan interpretasi ulama yang luas, serta mempertimbangkan konteks dan kemaslahatan yang ada. Dengan demikian, seorang Muslim dapat memelihara anjing secara bertanggung jawab dan tetap menjaga integritas agamanya.